Marilah sejenak kita masuki ranah kehidupan mahasiswa. Tentu saja dalam
konteks Tri
Dharma
Perguruan Tinggi di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Harus diakui jadwal
kuliah yang padat dan tugas yang menumpuk menjadi salah satu faktor penyebab
mahasiswa lupa pada fungsi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Pendidikan, penelitian
dan pengabdian. Terutama
fungsi penelitian dan pengabdian.
Urgensi
terlupakan ketika kita terbelenggu kegiatan sehari-hari yang monoton, seperti
hadir kuliah. Setelah kuliah berakhir, maka kita pun pulang ke peraduan
masing-masing. Kita terjebak oleh labirin yang memaksa kita atas hal tersebut.
Ironisnya, sebagian mahasiswa sudah terbiasa, bahkan tidak sedikit yang
menikmati. Inilah penyebab timbulnya guyonan yang beredar di kalangan
mahasiswa, yakni ‘kampus, pajus, kos dan kadang perpus’ begitu seterusnya yang
akhirnnya membentuk kebiasaan.
Mungkin
kita akan tersenyum kecut jika termasuk dalam kelompok tersebut. Namun bila
kita kaji lebih dalam guyonan tersebut, sesungguhnya terdapat sindiran di
dalamnya. Guyonan ‘kampus, pajus, kos dan kadang perpus’ seharusnya membuka
mata kita bahwa selama ini aktivitas yang kita lakukan sama saja dengan
kegiatan yang kita lakukan sewaktu sekolah menengah atas dulu.
Ketika
mahasiswa merupakan pilihan kita sebagai jalan dalam menapaki dan mempersiapkan
bekal untuk perjalan panjang, seharusnya kita tidak hanya berorientasi pada
mendapatkan pengetahuan melalui proses belajar mengajar di dalam kelas. Tetapi
juga melalui proses penelitian
dan pengabdian.
Penelitian
Alasan utama mengapa mahasiswa
tidak mengikuti program penelitian adalah karena minimnya informasi. Alasan ini
mendapat porsi 44 persen dari
keseluruhan responden karena sosialisasi pihak rektorat maupun dekanat
sangatlah minim (SUARA USU, edisi
78). Pertanyaan
terbesar dari fakta yang telah dipaparkan SUARA
USU edisi
78 tersebut adalah, apakah kita sebagai mahasiswa sudah aktif “menjemput bola” pada informasi-informasi yang
sedemikian urgennya?
Tidak perlu menunggu. Tidak salah jika kita agresif untuk mencari informasi tanpa harus
menunggu aba-aba dari pihak rektorat maupun dekanat. Di lain sisi, apabila
kemampuan kita pasif untuk menjemput informasi, kita semestinya membangun
koordinasi yang intim antara kita sebagai mahasiswa dan pihak rektorat maupun
dekanat.
Jika
dalam menjemput informasi saja kita sudah enggan, maka tidak dapat dipungkiri
untuk melakukan kegiatan penelitian kita sesungguhnya tidak berminat sama
sekali.
Pengabdian
Mahasiswa yang digaung-gaungkan
sebagai agent of social change kini
sepak terjangya sudah tidak tampak. Kegiatan-kegiatan pengabdian terhadap
masyarakat maupun negara yang diadakan oleh mahasiswa sangat jarang bahkan
tidak terdengar lagi, mulai dari pengabdian yang elegan seperti kegiatan sosial
sampai kegiatan pengabdian yang cukup ekstrim seperti turun ke jalan. Tidak adanya keharusan untuk
melakukan kegiatan tersebut membuat hal itu seolah-olah bukan merupakan bagian
dari kehidupan mahasiswa.
Kita lebih memilih menutup mata mengenai isu-isu dan
realita yang terjadi di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Melihat
hal yang demikian, semoga penamaan agent
of social change masih pantas untuk disandang oleh mahasiswa pada saat ini.
Namun, kita juga harus cerdas melihat rambu dan batas kewenangan kita di dalam
melakukan kegiatan pengabdian masyarakat maupun negara. Sehingga nilai-nilai
yang terkandung dalam aktualisasi
pengabdian tersebut tidak dimotivasi kepentingan tertentu, maupun terdapat
penyimpangan yang bertentangan dengan tujuan pengabdian sebagaiman mestinya.
Keluar
dari kebiasaan
Merupakan suatu kewajiban kita sebagai mahasiswa untuk
memproporsionalkan dan memaksimalkan peran serta kapasitas kita dalam fungsi
tridharma, terutama fungsi penelitian dan pengabdian. Belum efektifnya fungsi
penelitian dan pengabdian berimpilkasi pada setiap pribadi dari kita harus
bercermin, apakah kita sudah pantas menyandang status sebagai mahasiswa.
Apabila kita telah menyadari kekeliruan atas hal tersebut, sewajarnya kita
harus berubah.
Faktor subjektif dan objektif
penelitian dan pengabdian yang terlupakan harus benar-benar mendapat perhatian
dan diperhitungkan, sebab setiap segi dari fungsi tridarma merupakan indikator
dari ketiga fungsi yang saling terkait. Mahasiswa merupakan representasi
kelompok masyarakat yang terdidik. Tidak setiap orang memiliki kesempatan
menjadi mahasiswa. Oleh karena itu, sudah seharusnya apapun yang kita lakukan
harus berpijak pada unsur ilmiah dan menjadi ujung tombak andalan sebagai agen
perubahan sosial. Jika tidak, maka tidaklah berlebihan ketika suatu saat kita
dicap sebagai siswa yang bertopeng sebagai mahasiswa.*
*Tulisan ini telah dimuat
dalam SUARA USU edisi 79, Desember 2010.
0 komentar:
Posting Komentar